21 November 2008

Sekatenan







perayaan sekaten dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:
1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan ( Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.

2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.

3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.
Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Jogja maupun luar Jogja.

Selain itu ada tiga unsur penting dalam tradisi sekaten Ngayogyakarto
1. Pasar malam sekaten
2. Upacara perayaan sekaten
3. Garebek sekaten

GAMELAN

Tradisi Gamelan Sekaten Menyambut Maulid
Keraton Yogyakarta selama sepekan sebelum peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW akan menggelar tradisi menabuh gamelan sekaten di pelataran Masjid Gede Kauman, Keraton Yogyakarta. Pada tanggal 5 bulan Maulud yang merupakan hari pertama perayaan Sekaten diawali pada tengah malam dengan sebuah prosesi abdi dalem yang berjalan dalam dua baris dengan membawa kedua perangkat gamelan pusaka yaitu, Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Yogyakarta meninggalkan Bangsal Ponconiti dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap. Di masjid agung Kyai Nogowilogo diletakkan di Pagongan Selatan. Kedua set gamelan ini dimainkan secara stimulan sampai tanggal 11 bulan Maulud, saat kedua gamelan tersebut dibawa kembali ke Kraton pada tengahmalam.

Kedua gamelan ini yang ditempatkan di sisi utara dan selatan masjid ditabuh selama 24 jam. Tabuhan dihentikan hanya jika datang waktu salat. Tempo dalam tabuhan gamelan tradisi sekaten ini mengalir lebih lambat seiring tarikan napas para penabuh dan pendengarnya. Gending-gending yang dimainkan ini merupakan karya Sunan Kalijaga salah seorang wali penyebar agama Islam di Jawa sebagai sarana yang komunikatif untuk berdakwah.

Disela- sela pergelaran, kemudian dilakukan khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab Al-Quran. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.

Sambil mendengarkan, warga biasanya mengunyah kinang atau makan nasi gurih serta telur merah, tradisi makan kinang dan nasi gurih ini sebenarnya ungkapan rasa syukur atas terciptanya harmoni dalam masyarakat. Sayangnya, sebagian masyarakat saat ini tidak lagi memahaminya. Malah menjadikan kinang dan nasi gurih sebagai sarana ngalap atau mencari berkah tertentu.
Gamelan Sekaten Dibagi Dua

Tujuh hari menjelang Upacara Grebeg Maulud dan peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW, seperangkat Gamelan Sekaten Kangjeng Kiai Gunturmadu dan Kangjeng Kiai Nagawilaga dikeluarkan dari kraton ditempatkan di Kagungan Dalem Bangsal Pagongan Masjid Besar. Sejak pagi hingga tengah malam, kedua perangkat gamelan dibunyikan silih berganti, kecuali hari Jumat tidak ditabuh.








Berkaitan dengan peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW inilah, setiap tahun Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta menyelenggarakan Upacara Grebeg. Acara ini sekaligus ungkapan rasa syukur kehadlirat Illahi. Upacara Grebeg diwujudkan dengan rangkaian Upacara Sedekah Sultan, berupa gunungan dan lazim disebut Hajad Dalem Gunungan atau Pareden.

Di masing-masing kraton, baik Yogyakarta maupun Surakarta setiap Grebeg Maulud selalu didahului dengan Upacara Sekaten, selama tujuh hari. Upacara ini merupakan kegiatan Syiar Agama Islam, di mana kegiatannya berupa rangkaian dibunyikannya Kagungan Dalem Gamelan Sekaten diikuti dengan Tableg di Regol Masjid Besar. Upacara Tableg dipimpin Abdidalem Penghulu Kraton.

Gending-gending Sekaten adalah gending pujian kehadlirat Allah SWT dan Shalawat Nabi, serta ajakan untuk menjalankan Syariat Islam secara khusuk. Gending yang ada di Sekaten memiliki makna keagamaan. Gending pertama adalah Gending Rambu, yang diolah para wali dari puji syukur yang berasal dari kata Rabbulngalamin, yang berarti Tuhan yang menguasai segala alam. Dalam perkembangan selanjutnya, gending menjadi banyak. Instrumen pun memiliki makna, seperti gamelan pelog berasal dari kata falakh yang berarti kebahagiaan.Gending-gending yang diperdengarkan berbeda dengan gending-gending Jawa yang ada saat ini.

Nama-nama gending yang biasa dibunyikan tersebut, Yaume, Salatun, Ngayatun, Supiyatun, Dendang Sabenah, Rambu (ciptaan Sultan Bintara), Rangkung (ciptaan Sultan Agung), Lung Gadungpel, Atur-atur, Andong-andong, Rendeng-rendeng, Gliyung, Burung Putih, Orang-aring, Bayem Tur, dan Srundeng Gosong. Semua gending-gending itu dapat dinikmati di Kagungan Dalem Bangsal Pagongan Lor dan Pagongan Kidul, lewat Kagungan Dalem Gamelan Kangjeng Kiai Gunturmadu dan Kangjeng Kiai Nagawilaga yang ditabuh para abdidalem niyaga Kraton Yogyakarta.
Peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad S.A.W.

Nabi Besar Muhammad S.AW. lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Di Yogyakarta,biasanya kelahiran Nabi diperingati dengan upacara Grebeg Maulud.Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

leng

Pramudo Gunardono mengatakan...

kapan jack hunting sekatenan?


Apa Kata Mereka....